AKU INGIN ANAKKU NANTI…(rencana seorang ani buat anak-anak)
AKU INGIN ANAKKU NANTI…
Tadi
siang aku dapat bimbingan dari seorang spesialis kedokteran fisik dan
rehabilitasi. Yah, itulah asyiknya jadi dokter muda, bisa dapat ilmu dari
mana-mana. Kadang, bisa konsultasi gratis pula. Nah, karena aku lagi stase
rehab medik banyak deh ilmu rehabilitasi yang aku dapat. Seperti hari ini, bimbingan
dimulai dengan mengikuti si dokter ke ruangan buat jawab tiap konsulan yang dia
dapat. Kali ini, kami diajak melihat seorang pasien CP (Cerebral Palsy) yaitu suatu gangguan motorik dan postural yang
disebabkan oleh gangguan perkembangan otak selama masa prenatal, perinatal,
maupun post-natal. Kasian banget deh. Pasien ini tergolong neglected CP atau CP yang terabaikan. Dia dibawa ke RS juga bukan
karena CP-nya tapi gara-gara aspirasi berulang. Kata dokter sih, prognosanya
buruk secara umurnya udah 15 tahun tapi nggak bisa ngapa-ngapain mana ada
aspirasi berulang. Jadi, intinya si pasien ini tinggal tunggu waktu, miris….
Nah,
ini dia setelah kunjungan ke ruangan, akhirnya sambil jalan kita diskusi gitu,
sumpah nih dokter puinteeeerrrr banget plus buaaaiiikkk banget ! dr.MS,Sp.KFR
ini dengan mudahnya menjelaskan materi yang waktu kuliah aku perlu bersemedi
untuk memahaminya. Guys, dokter ini lah contoh pintar dan cerdas dijadikan satu.
Dia tahu dan yang paling penting dia bisa mentransfer pengetahuannya lewat
kemampuan komunikasi yang baik juga. Kita ngebahas beberapa hal termasuk pola
tumbuh kembang anak. Ada banyak pelajaran yang aku catet dalem-dalem di otak
soal tumbuh kembang anak. Jujur sih, aku emang cukup tertarik ama bidang ini
dan tentunya karena aku tipe penghayal sejati aku punya tuh bayangan-bayangan
pola pengajaran yang mau aku terapkan ke anak-anakku nanti. Beberapa hal
bijakasana dari beliau :
·
Jadi orang tua
itu nggak ada akademinya jadi semuanya “Trial and Error”
· Luangkan waktu
untuk anak walaupun cuma 1-2 jam, jangan serahkan pendidikan anak ke pembantu.
Kita ingin anak kita tumbuh seperti orang tuanya bukan pembantunya.
· Untuk
memaksimalkan tumbuh kembang anak, berikan banyak rangsang untuk menstimulasi
otaknya. Jangan keseringan bilang “jarang” yang ada anak kita nanti malas
belajar dan berkreasi.
Aku
setuju berat sama pesan-pesan beliau. Nah, aku jadi makin yakin buat menerapkan
harapan dan sedikit obsesi buat anak-anakku nanti. Yah, walaupun otak ku masih
anak-anak juga tapi aku udah punya bayangan mau jadi ibu model apa aku ini.
Kata pak ustadz, “kalo mau sukses mendidik anak, jangan tunggu ada anaknya
dulu. Mulailah jauh sebelumnya. Yang bisa kita lakukan pertama mendidik diri
kita dulu dan kedua mencari pasangan yang bisa jadi orang tua yang baik.”
Ulalala, karena calon pasangan aku belum
punya kayanya aku mau berbagi cerita tentang apa yang pengen aku lakukan
sebagai orang tua nanti dah, mau tahu? Nggak juga nggak pa pa sih, aku tetep
bercerita, sembodo tea ada yang mau baca, kekeke…
1.
Ngasih nama belakang, Well, karena dikeluargaku nggak ada tradisi nama
belakang yang sama satu keluarga, aku jadi ingin memulainya. Aku pengen ntar
nama belakang ayahnya anak-anak ditempelkan di belakang nama mereka. Jadi entar
kalo mereka ke luar negeri misalnya buat sekolah atau kerja mereka punya “last
name” gitu, kayanya keren aja…kesannya elit, bro n sist, ya nggak?
2.
Pendidikan rohani sejak dini. Mungkin aku punya segudang rencana buat mendidik di
bidang akademi tapi yang nggak boleh
terlewat itu rohani. Kata ibuku “Buat apa pinter kalo nggak ngerti sholat ama
ngaji?”. Pada poin ini aku nyadar 100% secara rohani atau agama aku masih parah
payahnya. Jadi kayanya nasihat pak ustadz tentang nyari calon pendamping yang
baik mesti aku terapkan. Standarku sih cuma standar 3 B (kaya miss universe
aja) yaitu BERIMAN, BERILMU, dan BERPENAMPILAN BAIK. Kalo orang itu beriman dia
tahu kewajibannya sebagai pimpinan dalam rumah tangga baik dari sisi materiil
maupun spiritual. Insya Allah, dengan ilmunya dia bisa melaksanakannya. Dan
masalah penampilan, yah setidaknya untuk memperbaiki keturunan aku lah.Nggak
mesti ganteng minimal mirip Choi Siwon lah, gkgkgkgk, becanda…yang penting
rapi, wangi, nyenengi, hehehe…Tapi nggak berarti semuanya soal rohani
diserahkan ke suami, aku juga mesti belajar memperbaiki diri. Bundanya mesti
bisa ngasih contoh yang baik dan jadi pembimbing yang baik, titik!
3.
Mengembangkan kemampuan berbahasa mereka to the max ! Aku pernah denger, kemampuan berbahasa anak
mencapai maksimal pada umur 3 tahun. Jadi, aku ini orang yang percaya
“Kemampuan komunikasi itu asset yang berharga”. Aku pribadi udah merasakan
betapa banyaknya kesempatan yang aku dapet dari kemampuan berkomunikasi yang
baik. Dulu, aku sempet susah berkomunikasi dan kemampuan public speaking aku payah beutzzz…masa-masa itu aku alami karena
aku tipe anak pendiam dan minder. Tapi semuanya berubah sejak SMP waktu ikut
lomba pidato. Dari acara itu aku mulai belajar jadi pembicara yang baik, bisa
membuat orang mau mendengarkan dan mau mengerti. Public Speaking Skill itu penting, saudara-saudara sekalian.
Rencananya ntar anak-anakku bakal aku didik supaya mampu berbicara dengan baik
dan benar, meyakinkan, dan nggak malu-maluin. Jadi dari kecil, si anak mesti
diajarkan PD. Mungkin latihan-latihan kecil seperti menceritakan kembali
harinya di sekolah, atau menceritakan dongeng yang dia dengar sebelum tidur
(dalam kasus ini kayanya ayahnya deh yang mesti dongengin, secara aku mudah
ngantuk, yang ada anakku masih melek, aku udah teler) akan menjadi metode
latihan yang baik. Aku ngerasain banget, waktu kecil, ortu-ku itu nggak terlalu
ngajarin public speaking secara
keduanya juga bukan tipikal Podium people,
jadi aku mau ntar cucu-cucunya mereka nggak kaya aku. Selain itu satu aspek
lagi yang penting dalam komunikasi adalah bahasa. Untuk yang satu ini, aku
punya obsesi tersembunyi. Aku pengen banget mendidik anak-anakku dalam multilingual environment maksudnya
mereka diajarkan terbiasa dengan berbagai macam bahasa sejak kecil (tapi bukan
bahasa sandi ataupun bahasa kalbu juga sih). Rencananya bahasa Indonesia bakal
jadi bahasa pertama mereka, jadi kalau di sekolah atau pas lagi main mereka
bicara pake bahasa Indonesia gitu. Tapi kalo mereka bicara ke Mom and Daddy nya mereka mesti pake
bahasa Inggris, well at least 70 %
dari percakapan lah. Itu berarti aku mesti cari suami yang pinter bahasa
Inggris, dong? Okelah, laksanakan! Bukan bermaksud gaya-gayaan atau sombong
sih. Ini didasarkan fakta bahwa sekarang bahasa Inggris itu udah kaya bahasa
kedua di negeri ini. Terlebih lagi hampir semua alat elektronik, gadget, bahkan literatur ditulis dalam
bahasa Inggris. Kalo nunggu anak-anak diajarkan bahasa ini di sekolah bakalan
telat banget. Pengalaman aku, di sekolah kita cuma diajarkan grammar tapi prakteknya juarang, cak! Nah, jangan
sampe anak aku kaya eyang kakungnya, ngerti bahasa Inggris kalo berbentuk
tulisan tapi kalo aktif payah asli. Selain itu mereka juga bakal aku ajarin
bahasa internasional lain selain Inggris, rencananya sih pengen aku ajarin
bahasa korea sedikit-sedikit. Bahasa ketiga mereka ini aku maunya bahasa asia
gitu. Pilihannya antara korea (belajar ama bundanya aja, biar hemat), mandarin,
atau jepang. Perkembangan ekonomi asia kan lagi bagus. Siapa tahu mereka
memerlukannya ketika mereka masuk ke dunia kerja. Terus bahasa keempat itu
bahasa eropa,mau belanda, jerman, spanyol, atau perancis sekalipun silahkan mereka
pilih. Kalo masalah bahasa keempat ini sih, kalo mereka gede aja silahkan
pilih,hehehe soalnya bundanya juga nggak ada yang ngerti dari semua bahasa itu.
Nah, baru deh bahasa kelima mereka itu bahasa daerah bunda sama ayahnya. Kalo
ntar bunda sama ayahnya dari daerah yang sama bisa deh sekalian ngajarin
berdua. Tapi kalo beda, yang utama mereka mesti belajar bahasa bundanya yaitu
Jawa (egois ya aku, hehehe). Terdengar beribet sih, tapi kembali kata-kata
dr.MS,SpKFR terngiang “bicara itu adalah hasil dari proses mendengar, memahami,
dan mengulangi serta di dalamnya ada factor kebiasaan.” So, aku cukup membuat
mereka TERBIASA. Masalah kebiasaan, pas aku bilang rencanaku ini ke ibu dan
ayahku, ibuku langsung bilang, “halah, kakean (kebanyakan), pokoknya kalo anakmu
nanti ibu yang nge-mong (baby-sitting),
ibu jadikan medok semua.” Ampun, jangan dong ! ntar anakku kaya bule nyasar
gitu, ngomongnya bahasa Inggris logatnya jawa, OH NO ! . Ngajarin banyak bahasa
gini harus bertahap biar anak-anak nggak kecampur aduk bahasanya. Kita pastinya
nggak mau anak kita bicara bribet kaya artis “mana ujan, becek, nggak ada
ojek.” Ya kan? So, mesti bijaksana juga sih, okeeee….
4.
Mendampingi perkembangan akademik
Aku inget banget
waktu jaman SD sampai SMP tiap malam kalo ngerjain PR pasti ada ayah yang jadi
mentor. Mulai dari kasih tahu cara ngerjaiinya, meriksa jawaban, sampai
mengajarkan metode cepatnya. Pas SMA ayah nggak bisa jadi mentor lagi karena
selain ayah kerja di luar kota, ayah juga dulu lulusan STM jadi kurang connect ama pelajaran SMA. Tapi tetep
aku menghargai sangat semua usaha beliau. Aku juga pengen jadi kaya ayah.
Sesibuk-sibuknya diriku nanti setelah jadi dokter aku mau banget ada di samping
anak-anak mengajarkan membaca, menulis, berhitung, bahkan menggambar. Memang
jaman sekarang banyak kursus, yah kalo anaknya mau ikut kursus, ayu dah dikirim
kesana tapi tetep balik ke rumah mesti bunda ama ayahnya yang ngawasin,
hitung-hitung ayah ama bundanya review lagi. Bukannya sombong sih, bundanya
masih bisa kok diandalkan kalo Cuma matematika, fisika, ama
biologi,hehehe….sisanya, silahkan ayahnya yang puter otak kalo perlu ampe
diperes, kekeke ! Jadi yang ntar jadi anakku siap-siap belajar seumur hidup…
5.
Mengembangkan potensi diri
Kalo anak punya
bakat jangan ditahan hanya karena kita berpikir itu tidak berguna. Banyak
kasusnya pas anak menunjukkan kelebihannya dan meluangkan waktu untuk hobinya,
orang tuanya justru marah-marah karena menganggap hal itu kurang berguna. Aku
juga dulu pernah suka banget ama photoshop dan ibuku marah-marah kalo aku lagi
bereksperimen ngedit foto, katanya kaya kurang kerjaan aja. Sekarang
ketrampilan itu banyak membantuku, mulai dari organisasi, ngedit foto pribadi
atau keluarga, sampai dikomersilkan. Aku percaya belajar apapun baik kebaikan
ataupun kejahatan itu nggak pernah sia-sia. Orang belajar nge-hack yang katanya kerjaan jahat. Tapi
kalo nggak ada hacker nggak ada
pencipta anti-virus,kan? Nggak ada yang bantu KPK nyadap data-data para
koruptor, ya nggak? Tinggal bagaimana sebagai orang tua kita mengarahkan
ketertarikan anak-anak ke arah yang baik. Selain itu mereka juga perlu
diajarkan tentang prioritas. Bagaimana menempatkan kesenangan di bawah
kewajiban.
Oke, sebenarnya
pengen banget cerita banyak tentang metode yang mau aku coba ke anak-anakku
entar. Tapi ya, mending kalian liat hasil bersihnya aja ntar, kalo misalnya
suatu hari ketemu aku aman anak-anakku,oke? Kalo dulu temenku pernah nulis
prosposal hidup buat dirinya, aku anggap ini proposal hidupku buat anak-anakku.
Anak itu selain titipan juga investasi, jadi kalo mau untung kita mesti banyak
berkorban, setuju? Mudah-mudahan semua poin di atas bisa aku kerjakan nanti.
Yang penting itu luangkan tenaga dan waktumu demi anak-anakmu untuk membuktikan
betapa besar cintamu. Semangat para calon bunda, kita pasti bisa !
-I'm a doctor wanna be-
-I'm a 'bunda' wanna be-
Komentar
Posting Komentar